SELAYANG PANDANG JAKARTA
Untuk mengatasi kebutuhan angkutan umum, Pemprov DKI Jakarta menggagas Mass Rapid Transit(MRT). Agar pembangunan ini terlaksana, DPRD DKI Jakarta berpesan agar menuntaskan pembebasan lahan di Lebakbulus, Jakarta Selatan untuk depo MRT.Kendati hingga kini pembebasan sedang berjalan, pemprov optimis nasib MRT tak seperti monorel.
Gagasan anyar yang berkembang pada saat ini adalah perlunya moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT).
Spesifikasi Dasar dari Jalur MRT mencakup12 Stasiun (4 stasiun bawah-tanah dan 8 stasiun layang)
14.3 km Panjang Jalur (dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas)
Beberapa stasiun kunci akan menjadi stasiun terpadu dengan moda transportasi massal lainnya seperti busway, kereta jabodetabek, Monorail dan Waterway.
Kereta dan lokomotif akan berstandar internasional (berpendingin udara, dan teknologi terdepan untuk keselamatan penumpang)
Operasi Otomatis dengan ketepatan waktu yang tinggi
Eskalator dan Lift pada setiap stasiun.
Waktu Perjalanan diperkirakan 28 menit dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas
Proyeksi Penumpang 200.000 – 300.000 per hari
Rencana Kecepatan 27 km/jam
Waktu antar kereta 5,5 menit
Kapasitas pada Waktu Tersibuk 16.600 penumpang
Kronologi
1990 – 1999
Penyusunan Masterplan Angkutan Umum Terpadu Jabodetabek tahun 1990-1992 oleh Departemen Perhubungan yang mengusulkan Pola Transportasi Terpadu antara Kereta Api, Light Rail, dan Bus.
Basic Design oleh Konsorsium Indonesia-Jepang-Eropa tahun 1995-1996 dengan kesimpulan bahwa proyek ini tidak layak dilakukan dengan skema pembiayaan swasta penuh (BOT) karena biaya yang dapat ditutup dengan perolehan tiket hanya sebesar 15%.
Revised Basic Design oleh Departemen Perhubungan pada tahun 1999 yang mengusulkan agar proyek ini dibiayai oleh Pemerintah dengan partisipasi swasta yang minimal.
2000
Studi Kelayakan MRT (Subway) oleh Tim Studi JICA pada tahun 2000 yang menekankan pentingnya pembangunan Subway di Jakarta akan tetapi agar proyek ini layak dibiayai perlu keterlibatan Pemerintah dalam pembiayaannya.
2002
JICA Study on Integrated Transportation Master Plan II, pada tahun 2002-2004 yang juga menekankan prioritas pada pembangunan Subway
2004
Dikeluarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 84 tentang Pola Transportasi Makro (PTM) yang merupakan masterplan penanganan masalah transportasi di Jakarta. Salah satu solusi masalah transportasi adalah dibangunnya sarana transportasi massal yang prima dan terintegrasi dengan moda tranportasi lainnya. Sarana transportasi massal dimaksud adalah Mass Rapid Transit (MRT).
Tanggal 2 Maret 2004 Gubernur Provinsi DKI Jakarta telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) antara Departemen Perhubungan RI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang Pengembangan MRT dengan prioritas Koridor Lebak Bulus-Fatmawati-Blok M-Monas-Kota.
Berdasarkan MoU tersebut, pada bulan Juli 2004 Departemen Perhubungan mengeluarkan studi Implementation Program for Jakarta MRT System (Lebak Bulus-Dukuh Atas)
2005
Studi pada tahun 2004 direvisi pada bulan Maret 2005 menjadi Revised Implementation Program (Revised IP) for Jakarta MRT System (Lebak Bulus-Dukuh Atas). Atas dasar studi Revised IP tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengajukan permintaan kepada Pemerintah Jepang untuk membiayai proyek pembangunan MRT di Provinsi DKI Jakarta.
Pada pertengahan bulan Desember 2005 telah diperoleh beberapa kesepakatan yang dituangkan dalam Minutes of Discussion (MoD) yang ditandatangani oleh pihak Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Bappenas, Departemen Perhubungan serta Pemprov DKI Jakarta.
2006
Memorandum on Engineering Services (MoES) telah ditandatangani pada 18 Oktober 2006 antara Pemerintah Indonesia dan JBIC sebagai dasar persetujuan pinjaman.
Loan Agreement Tahap 1 (L/A 1) ditandatangani pada 28 November 2006, berdasarkan syarat-syarat yang sebelumnya telah disepakati dalam Minutes of Discussion (MoD) dan Memorandum on Engineering Services (MoES) dengan pinjaman sebesar ¥1,869 Milyar yang dipergunakan untuk pembiayaan:
Konsultasi Penyusunan Basic Design (Engineering Services)
Konsultasi Manajemen, untuk membentuk dan mengembangkan PT MRT Jakarta
Konsultasi Pengadaan, untuk membantu PT MRT Jakarta melelang proyek sebagai implementasi dari basic design yang dihasilkan kegiatan pada butir 1 diatas
2007
Dengan telah direvisinya Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian menjadi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007, maka kewenangan penyelenggaraan sarana prasarana perkeretaapian yang sedianya dikuasai oleh pemerintah pusat melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kini dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan yang berlaku, terdapat 3 (tiga) jenis badan usaha yang dapat dibentuk oleh Pemerintah Daerah, yaitu Badan Pengelola (BP), Perusahaan Daerah (BUMD/PD), dan Perseroan Terbatas (BUMD/PT). Ditinjau dari perspektif management, baik BP maupun BUMD/PD tidak memiliki fleksibilitas yang cukup untuk alih daya (outsource) maupun bekerjasama dengan sektor swasta, sehingga beresiko terjadinya inefisiensi karena terbatasnya pendanaan dari Pemerintah Daerah. Sementara BUMD/PT memiliki fungsi yang sama dengan sektor swasta sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya eksternal secara maksimal.
PT MRT Jakarta bergerak dalam bidang pengangkutan darat, dimana kegiatan usahanya terdiri dari penyelenggaraan prasarana dan sarana perekeretaapian umum perkotaan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan prasarana dan sarana MRT, dan termasuk juga pengembangan dan pengelolaan kawasan di sekitar depo dan stasiun MRT.
PT MRT Jakarta memiliki struktur kepemilikan sebagai berikut:
* Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta: 99%
* PD Pasar Jaya: 1%
Sumber :MRT Jakarta dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
MRT Akan Dioperasikan November 2016
Rencana membangun jaringan kereta api bawah tanah, terutama dalam pembangunan 12 stasiun KA bawah tanah, akan berorientasi transit.
Fauzi mengatakan seluruh proses tender dari MRT tersebut akan diselesaikan seluruhnya pada tahun ini, dan tahap konstruksi akan dimulai akhir tahun 2011 atau awal 2012.
Menurutnya, setelah dilakukan design engineering akan dituangkan ke dalam paket tender. Fauzi yang akrab dipanggil dengan nama Foke tersebut mengatakan tender akan mulai dilaksanakan sekitar pertengahan tahun ini, setelah itu lalu ditetapkan pemenangnya.
Pengoperasian MRT tahap pertama rencananya bakal melayani rute Lebak Bulus sampai Hotel Indonesia.
Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan tetap menjadikan Stasiun Dukuh Atas sebagai stasiun hub (penghubung) yang akan dibangun dengan konsep transit oriented development (TOD).
Meski pembangunan rute MRT Koridor North-South (utara-selatan) Tahap I diperpanjang menjadi Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI), bukan lagi Lebak Bulus-Dukuh Atas. Perubahan panjang rute MRT Koridor Utara-Selatan Tahap I telah mendapat persetujuan dari Japan International Corporation Agency (JICA) dan sudah final review basic design (kajian final desain dasar).
Dengan adanya pergeseran stasiun perputaran balik arah maka otomatis panjang rute rel tahap I bertambah 1 kilometer menjadi 15,5 kilometer. Selain itu ada penambahan stasiun dari 12 menjadi 13 stasiun, terdiri dari enam stasiun bawah tanah dan tujuh stasiun elevated.
Pada ruas ini direncanakan akan ada 12 stasiun pemberhentian, terdiri atas tujuh stasiun layang dan lima stasiun bawah tanah. Tujuh stasiun layang berlokasi di Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Sedangkan stasiun bawah tanah berlokasi di Bunderan Senayan, Istora Senayan, Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas.